0
Prinsip hidup dalam AL Qashas 77
Posted by kemenag hima an
on
11/16/2013 11:02:00 PM
in
Motivasi
"Dan tuntutlah dengan harta kekayaan yang telah dikurniakan Allah kepadamu akan pahala dan kebahagiaan hari akhirat dan janganlah engkau melupakan bahagianmu (keperluan dan bekalanmu) dari dunia dan berbuat baiklah (kepada hamba-hamba Allah) sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu (dengan pemberian nikmatNya yang melimpah-limpah) dan janganlah engkau melakukan kerosakan di muka bumi sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerosakan".
KESEIMBANGAN ANTARA DUNIA DAN AKHIRAT
Keseimbangan dalam Islam disebut dengan istilah wasathaniyyah dan tawazzun. Secara harfiah wasathanniyah berarti moderat atau ditengah-tengah/pertengahan dan tawazzun berarti seimbang. Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya Karakteristik Dienul Islam;
dua unsur ini adalah salah satu ciri utama dan yang memungkinkan
manusia dapat melaksanakan ajaran Islam dalam kondisi bagaimanapun,
kapanpun dan dimanapun
Prinsip keseimbangan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 143, bahwa Allah telah menjadikan umat Islam adalah ummatan wasathan “umat yang moderat, ditengah-tengah” dan agar bisa mengambil setiap ibrah dan hikmah yang ada kapanpun dan dimanapun serta ummat yang bisa memadukan akal dan hati, ilmu dan ‘amal serta kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Allah berfirman : Wakadzalika ja’alnakum ummatan wasathan “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” (Q.S.Al-Baqarah : 143).
Prinsip keseimbangan telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 143, bahwa Allah telah menjadikan umat Islam adalah ummatan wasathan “umat yang moderat, ditengah-tengah” dan agar bisa mengambil setiap ibrah dan hikmah yang ada kapanpun dan dimanapun serta ummat yang bisa memadukan akal dan hati, ilmu dan ‘amal serta kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Allah berfirman : Wakadzalika ja’alnakum ummatan wasathan “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” (Q.S.Al-Baqarah : 143).
Posisi pertengahan menjadikan manusia tidak memihak
ke kiri dan ke kanan, suatu hal dimana dapat mengantar manusia berlaku
adil. Posisi pertengahan menjadikan seseorang dapat melihat dan dilihat
oleh siapapun dalam penjuru yang berbeda (laksana posisi Ka’bah yang
berada dipertengahan) dan ketika itu manusia dapat menjadi teladan bagi
semua pihak.
Kata “ummatan wasathan” dalam ayat di atas
dipahami dalam arti pertengahan dalam pandangan Islam tentang kehidupan.
Pandangan Islam tentang hidup adalah di samping ada di dunia juga ada
di akhirat. Keberhasilan di akhirat ditentukan oleh iman dan amal shalih
di dunia. Manusia tidak boleh tenggelam dalam materialisme, tidak juga
membumbung tinggi dalam spritualisme dengan mengenyampingkan duniawi.
Umat Islam dituntut untuk mengimplementasikan prinsip
keseimbangan antara dunia dan akhirat. Sebab jika hanya berorientasi
untuk mengejar dunia, maka manusia akan seperti mayat hidup dan terjebak
dalam rutinitas hidup yang bisa membuat seseorang mudah stress
dan cahaya hatinya akan redup dan tidak mampu mengemban amanah. Akan
tetapi juga tidak dianjurkan jika berlebihan hanya menyibukkan diri
dengan urusan akhirat sehingga berpaling dari kehidupan dunia. Karena
itulah konsep prinsip tawazun sangat diperlukan.
Paling tidak terdapat tiga orientasi hidup manusia :
Pertama, golongan yang secara khusus mengonsentrasikan
dirinya untuk ukhrawi sehingga ia tidak peduli dengan urusan-urusan
duniawi. Kehidupan mereka hanya digunakan untuk beribadah, berzikir,
memohon ampun kepada Allah Swt. Tidak ada urusan yang mereka lakukan
kecuali yang berhubungan dengan ibadah mahdhah dan kehidupan akhirat.
Bahkan golongan ini cenderung memusuhi dunia. Harta benda dipandang
sebagai penghalang dan melalaikan ibadah. Karena kekhusyukannya dalam
beribadah, mereka tidak lagi sempat mencari nafkah hidup. Bukan hanya
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan cukup, untuk
kebutuhan dirinya pun seadanya.
Kedua, golongan yang terlalu disibukkan dengan urusan
duniawi. Mereka lupa ibadah kepada Allah. Urusan-urusan duniawi telah
melalaikannya berzikir. Karena orientasinya duniawi, maka tidak ada yang
dipikirkan kecuali urusan untung rugi, berapa income
/pendapatan , dan lain sebagainya. Setiap peluang tak pernah
disia-siakan tanpa memperdulikan halal-haram. Tidak peduli hasil korupsi
atau manipulasi. Semua dijalani hanya untuk menumpuk-numpuk harta, demi
kemegahan hidup dan menggapai kekaguman orang lain terhadap dirinya.
Ketiga, golongan yang memilih keseimbangan “waktu” untuk
urusan duniawi dan ukhrawi. Mereka sadar bahwa hidup ini akan ada
akhirnya, dan tidak ada yang bisa dijadikan bekal hidup di alam yang
kekal itu kecuali amal shaleh. Mereka juga sadar apa yang mesti dijalani
selama hidup di dunia ini. Mereka tahu bahwa Allah memerintahkan agar
mencari karunia dunia dan bekal akhirat sehingga ia bisa merasakan
bahagianya hidup di dunia dan kenikmatan di akhirat kelak. Hari-hari
mencari duniawi dijalani dengan penuh kesabaran dan ketawakkalan. Mereka
sangat hati-hati, sehingga bisa membedakan mana yang halal dan mana
yang haram. Kewajiban shalat lima waktu, puasa, zakat, dan ibadah-ibadah
lainnya, menjadi bagian penting dalam aktivitas sehari-harinya. Dalam
mengekspresikan keberagamaan, Islam sangat menekankan kewajaran. Islam
tidak menyukai hal-hal yang berlebihan. Rasulullah sendiri sebagai
panutan agung kaum Muslimin memberikan contoh yang wajar dan sederhana
dalam menjalani hidup. Sikap wajar dan sederhana dicontohkan Rasulullah
SAW itu sesuai dengan anjuran dan ajaran Qur’ani.
Dalam Q.S. Al-Qashash ayat 77 ditegaskan dengan jelas mengenai prinsip keseimbangan meraih kebahagian dunia dan akhirat : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. Prinsip keseimbangan pada ayat ini senada dengan Q.S.Al-Baqarah ayat 201 berikut; “Dan di antara mereka ada yang berdo’a, “Ya Tuhan kami, Anugerahkanlah kami hasanah/kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”.
Dalam Q.S. Al-Qashash ayat 77 ditegaskan dengan jelas mengenai prinsip keseimbangan meraih kebahagian dunia dan akhirat : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”. Prinsip keseimbangan pada ayat ini senada dengan Q.S.Al-Baqarah ayat 201 berikut; “Dan di antara mereka ada yang berdo’a, “Ya Tuhan kami, Anugerahkanlah kami hasanah/kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka”.
Kata “hasanah” dalam ayat di atas
mengandung makna yang sangat luas, bukan hanya dalam arti iman yang
kokoh, kesehatan, afiat dan rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal
dan anak-anak yang shalih tetapi juga segala yang menyenangkan di dunia
dan berakibat menyenangkan pula di akhirat. Jadi jelaslah tawazun
(prinsip keseimbangan antara kreativitas dalam dunia dan aktivitas
untuk akhirat) sangat dituntut dalam kehidupan ini. Di antara kerja,
aktivitas, upaya, dan mencari nafkah pada suatu saat dan pada saat yang
lain mengisolasi ruh dan hati dari semua kesibukan itu dalam kekhusyukan
dzikir kepada Allah. karena, Islam mengajarkan umatnya agar meraih
materi yang bersifat duniawi dengan nilai-nilai samawi.
Wallahu A’lam
Post a Comment